W WARTA

Realisasi Penerimaan Pajak Awal 2023 Masih Kuat

JAKARTA (MDN) - Realisasi penerimaan dari pajak hingga akhir Februari 2023 tercatat masih positif dan tetap menjadi penyokong utama anggaran negara. Untuk itu, pelayanan di sektor pajak perlu diakselerasi lebih jauh dengan mereformasi sistem administrasi perpajakan.
 
Selain agar meningkatkan penerimaan, reformasi dibutuhkan untuk menghindari celah korupsi yang berpotensi dilakukan oleh para pegawai pajak. Salah satunya cara yang akan ditempuh adalah penerapan sistem Core Tax yang akan dilakukan pada 2024.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan, pendapatan yang diterima negara hingga akhir Februari 2023 adalah sebesar Rp 419,6 triliun, atau sudah mencapai 17 persen dari target pendapatan negara sebesar Rp 2.463 triliun. Selain itu, belanja negara Januari-Februari 2023 adalah sebesar Rp 287,8 triliun, atau naik sekitar 9,4 persen secara tahunan.
 
”Pendapatan negara hingga Februari 2023 naik sebesar 38,7 persen secara tahunan. Artinya, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 masih surplus Rp 131,8 triliun,” ujarnya di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
 
Adapun total pendapatan negara ini didapatkan dari penerimaan pajak sebesar Rp 279,98 triliun, bea-cukai sebesar Rp 53,27 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 86,4 triliun.
 
Penerimaan pajak hingga Februari 2023 dinilai masih kuat berdasarkan pertumbuhan penerimaan di beberapa pos. Pada pos Pajak Penghasilan (Pph) non-migas, pemerintah telah mengumpulkan pajak sebesar Rp 137,09 triliun, 15,69 persen dari target 2023 yaitu Rp 2.021 triliun, atau naik sebesar 24,35 persen secara tahunan.
 
Adapun di Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Ppnbm), pemerintah mengumpulkan Rp 129,27 triliun, atau naik sebesar 72,87 persen secara tahunan. Untuk Pajak Bumi Bangunan (PBB), negara mendapatkan Rp 1,95 triliun atau naik 29 persen year on year.
 
Meski beberapa sektor mengalami kenaikan, penurunan dialami penerimaan di pos Pph migas. Hingga Februari 2023, pemerintah telah mengumpulkan Pph migas sebanyak Rp 12,67 triliun, turun 6,36 persen dibandingkan tahun lalu. Penurunan terjadi karena adanya koreksi terhadap harga minyak dunia.
 
Berdasarkan catatan di atas, Sri Mulyani menerangkan, penerimaan pajak di awal tahun 2023 dinilai masih cukup kuat. Peningkatan terjadi karena aktivitas ekonomi berupa konsumsi dan investasi terus membaik serta implementasi Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Perarturan Perpajakan yang membawa dampak positif.
 
Secara umum, aktivitas ekonomi Indonesia Januari-Februari 2023 memang tercatat cukup baik, yang terlihat dari beberapa indikator. Di sektor manufaktur, Purchasing Manager Index Manufaktur Indonesia berada di angka 51,2, atau di atas zona ekspansif yaitu 50. Indeks Keyakinan Konsumen pun masih stabil di tingkat yang tinggi, yaitu 122,4.
 
Selain itu, penjualan kendaraan mobil dan motor tercatat baik. Penjualan motor naik 56,3 persen secara tahunan, tetapi penjualan mobil turun 7,4 persen year on year.
 
”Konsumsi masyarakat tinggi menandakan keyakinan ekonomi ke depan yang masih optimistis,” ujarnya.
 
Selain penerimaan lewat pajak yang kuat, PNBP pun mengalami peningkatan. Hingga Februari 2023, realisasi PNBP mencapai angka Rp 86,4 triliun atau naik 86,6 persen secara tahunan. Kenaikan ini banyak disumbangkan oleh pendapatan sumber daya alam (SDA) nonmigas sebesar Rp 29,6 triliun.
 
Kontribusi lainnya berasal dari pendapatan SDA migas sebesar Rp 18,6 triliun, pendapatan Badan Layanan Umum sebesar Rp 6 triliun, pendapatan kekayaan negara yang dipisahkan (KND) sebesar Rp 4,6 triliun, dan PNBP lainnya sebesar Rp 27,7 triliun.
 
”Terjadi penurunan di SDA migas, tapi bisa dikompensasi dengan peningkatan di pos lainnya,” ujarnya.
 
Untuk kepabeanan dan cukai, pemerintah mendapatkan penerimaan sebesar Rp 53,27 triliun atau turun sebesar 6,13 persen secara tahunan. Penerimaan kepabeanan dan cukai diakui melambat akibat penurunan bea keluar yang turun 69 persen akibat menurunnya tingkat ekspor komoditas mineral.
 
”Bea keluar menurun, tetapi bea masuk masih cukup positif,” ujarnya.
 
Reformasi perpajakan
 
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga 13 Maret 2023 sudah ada 7,1 juta Surat Pemberitahuan (SPT) pajak yang diserahkan atau tumbuh 15,41 persen secara tahunan. Batas pelaporan SPT yang ditetapkan pemerintah adalah 31 Maret 2023.
 
Adapun dari 7,1 juta SPT yang diterima, sebanyak 6.361.661 SPT dilaporkan secara digital atau melalui e-filling. Khusus untuk wajib pajak perorangan, sebanyak 6.351.158 SPT, dari total 6.930.112, melapor melalui e-filling.
 
Digitalisasi administrasi perpajakan memang menjadi salah satu agenda besar DJP untuk mereformasi sistem perpajakan, khusus menciptakan akuntabilitas dalam proses pengumpulannya.
 
Direktur Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo menerangkan, perbaikan terus dilakukan untuk menutup celah korupsi dan kolusi yang bisa dilakukan pegawai pajak. Salah satu yang coba dilakukan adalah meminimalkan pertemuan antara wajib pajak dan petugas pajak (fiskus) yang dinilai menjadi salah satu celah tersebut.
 
DJP pun tengah mengembangkan sistem administrasi perpajakan berbasis digital yang disebut, Core Tax. Sistem ini akan diimplementasikan pada tahun 2024 dan mulai diuji coba tahun ini dengan serangkaian tes.
 
Adapun DJP kini sedang dalam tahap mengintegrasikan dan menguji sebanyak 21 proses administrasi perpajakan ke dalam sistem Core Tax.
 
Mulai April 2023, DJP mulai melatih sebanyak 460-an pegawainya untuk mempelajari operasionalisasi sistem ini. Setelah itu, para pegawai yang sudah terlatih akan memberikan pelatihan kepada 4.000 pegawai lain sehingga 45.000 pegawai DJP mampu mengoperasikan program ini di akhir tahun 2023.
 
”Harapannya, dengan digitalisasi ini negoisasi antara petugas dan wajib pajak bisa dikurangi signifikan,” ujarnya. [Red]