“Ibu, saya mau beli gethuk, harganya berapa?” tanya Aksa (5,8), salah seorang anak kepada seorang penjual gethuk lindri sambil malu-malu.
Penjual gethuk itu lalu memberinya gethuk sambil tersenyum, “Harganya Rp 2.000, Nak,” katanya. Aksa lantas menyodorkan uang Rp 5.000. Sementara sang penjual menyerahkan gethuk dan uang kembalian.
“Bu Guru, saya sudah beli gethuk , uang saya masih sisa,” ucap Aksa dengan penuh riang gembira kepada Ibu lis, salah seorang guru A3 yang mendampingi mereka.
Hal serupa juga dilakukan oleh anak-anak yang lain. Ya, mereka adalah murid-murid dari Kelompok Bermain (KB) dan TK ‘Kusuma Mulia tales Ngadiluwih . Dari sekolah mereka berjalan kaki sekitar 1 kilometer menuju pasar.

Menurut nerlynna zulvyana, Kepala KB dan TK ‘kusuma Mulia tales, kegiatan kunjungan disesuaikan dengan tema yang ada dalam kurikulum TK. Tujuannya agar anak-anak mengenal pasar sebagai tempat melakukan transaksi jual beli.
Dijelaskan nerlynna , pasar tradisional dipilih karena pihaknya ingin mengajarkan anak lebih dekat dengan kegiatan perekonomian rakyat. Orangtua saat ini cenderung mengajak anak untuk berbelanja ke mal atau supermarket daripada pasar tradisional.
“Alasannya kalau belanja di mal atau supermarket karena bersih dan nyaman. Tapi banyak yang lupa kalau sebenarnya ada nilai lebih yang diperoleh anak-anak ketika belanja ke pasar tradisional. Anak-anak lebih bisa bersosialisasi, memupuk keberanian ketika hendak bertanya kepada penjual, menghitung, tanggung jawab, mandiri, dan banyak sekali nilai yang dapat dipetik,” ujar Bu nerlynna, disela-sela kegiatan, Sabtu (18/03/2023).
Namun, yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan rasa remen peken atau mencintai pasar tradisional sebagai budaya bangsa Indonesia. [Yud/Yar]
