Komnas HAM Papua: Rencana Pemberian Amnesti Tepat

admin
Komnas Ham Papua
FILE - Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey.(Foto: Frits Ramandey/koleksi pribadi)

Rencana pemerintah memberikan amnesti pada orang-orang yang terlibat dalam kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dinilai sebagai kebijakan yang tepat dan strategis.

Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Kantor Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menyambut baik rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan memberikan amnesti atau pengampunan kepada kelompok sipil bersenjata (KKB) di Papua, guna meredam konflik di Bumi Cendrawasih itu.Pasalnya, kata Frits, selama ini kebijakan tentang percepatan Pembangunan dan pemekaran ternyata tidak menyelesaikan substansi di Papua, dan malah semakin memperluas konflik.

Frits menilai Prabowo, yang seorang jenderal dan mantan komandan yang kerap memimpin pasukan di berbagai operasi konflik seperti di Timor Leste, Aceh dan Papua, paham betul bahwa penyelesaian konflik tidak bisa dihadapi dengan senjata. Ia menyerukan pembentukan tim untuk merinci rencana amnesti yang akan diberikan itu.

“Setelah pengampunan bagaimana, setelah mereka keluar bagaimana dia bisa survive, bagaimana dia bisa kembali ke dalam lingkungan masyarakatnya. Di Papua, sekian lama orang-orang dilabeli KKB, OPM, itu menjadi marjinal, didiskriminasi. Nah yang begini-begini yang harus kita pikir. Kedua, bagaimana melakukan assessment tentang perbuatan orang itu. Sejauh berapa tindakan dia. Apakah dia pelaku langsung atau pegang senjata, supaya pengampuan itu juga tetap menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia,” ungkap Frits kepada VOA, Rabu (29/1).

Tim assessment atau penilai ini, tambahnya, sedianya diisi oleh orang-orang yang berpengalaman, memiliki relasi dan diterima baik oleh pemerintah, kelompok sipil bersenjata dan juga masyarakat sipil atau faksi-faksi yang ada di Papua sehingga dapat memberikan masukan kepada presiden secara komprehensif.

Namun sebaliknya Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menolak rencana pemberian amnesti, karena menurutnya yang seharusnya dilakukan adalah evaluasi terbuka terhadap tindakan-tindakan represif dan pelanggaran hukum yang dilakukan aparat.

“Agar terjadi rekonsiliasi maka pertama yang harus dilakukan kata adalah mengakui kesalahan yang dilakukan, itu dulu. Amnesti tidak mengakui kesalahannya justru orang yang diberi amnesti, dia yang harus mengakui kesalahannya,”kata Julius.

Ketua DPR Yakin Presiden Sudah Kaji Rencana Pemberian Amnesti

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengatakan Presiden Prabowo mempunyai kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada terpidana konflik di Papua dan ia yakin presiden telah melakukan kajian cermat sebelum menyampaikan wacana itu.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini mengatakan, rencana pemberian amnesti untuk kelompok bersenjata di Papua sudah dibahas dalam rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto.

Salah satu usulan yang mengemuka adalah kemungkinan memberikan amnesti bagi mereka yang terlibat dalam kekerasan bersenjata di Papua. Bahkan tidak hanya bagi mereka yang ada di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Merujuk pada penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 2009, Lembaga Ilmu Pengetahauan Indonesia (LIPI) yang kini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan setidaknya ada empat akar masalah di Papua. Dalam laporan Tim Kajian Papua LIPI yang menjadi buku berjudul “Papua Road Map”, keempat akar masalah itu adalah masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan pelanggaran HAM yang berlangsung di Papua lewat operasi militer yang nyaris tidak ada pertanggung jawaban dari negara, perasaan terdiskriminasi dan termarjinalkan karena penyingkiran orang-orang Papua dalam rumusan pembangunan di tanah mereka, serta kegagalan pembangunan di Papua. Red]#VOA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *