BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Capai 5,03 Persen

admin
Bps Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Capai 5,03 Persen
Sebuah kapal berlayar melewati Terminal Kontainer Internasional Jakarta di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, 15 Januari 2025. (Tatan Syuflana/AP)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 tumbuh 5,03 persen. Capaian tersebut melambat dibandingkan tahun 2023. 

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mencatat kinerja pertumbuhan ekonomi tanah air sepanjang tahun 2024. Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun lalu lebih rendah dari tahun sebelumnya yang sempat mencapai 5,05 persen, dan bahkan jauh lebih rendah dari target pemerintah yang dipatok pada 5,2 persen.“Sepanjang tahun 2024 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03 persen,” ungkap Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/2).

Perlambatan ini juga ditunjukan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi di triwulan-IV 2024 yang juga stagnan di level lima persen yakni 5,02 persen. Capaian ini juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 yang mencapai 5,04 persen.

Infografis Q4 2024 Indonesia. (Courtesy: bps.go.id)
Infografis Q4 2024 Indonesia. (Courtesy: bps.go.id)

Meski melambat, Amalia melaporkan semua sektor penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh positif. Ia menjelaskan, sektor industri yang berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional sepanjang tahun 2024 adalah pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi dan pertambangan.

Sementara dari sisi komponen pengeluaran, katanya, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional yang kontribusinya mencapai 54,04 persen. Namun secara tahunan atau year on year, pertumbuhannya masih stagnan di bawah lima persen, yakni 4,94 persen, atau sedikit lebih baik dari tahun 2023, yakni 4,82 persen.

Mesin pertumbuhan ekonomi kedua terbesar pada tahun 2024 setelah konsumsi rumah tangga adalah investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 4,61 persen dan menyumbang 29,15 persen terhadap PDB.

Kinerja ekspor dilaporkan masih tumbuh positif sebesar 6,51 persen yang berkontribusi 22,18 persen terhadap PDB. Meski begitu, impor tercatat lebih tinggi daripada ekspor yakni 7,95 persen dan berkontribusi hingga 20,95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti. (Courtesy: bps.go.id)
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti. (Courtesy: bps.go.id)

Amalia menjelaskan salah satu faktor utama penyebab ekonomi Indonesia yang melambat pada tahun 2024 adalah ekspor yang melemah.

“Jadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 ini melambat , bahwa pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga dan PMTB lebih baik dari tahun 2023. Tapi kalau dilihat dari grafik source of growth, satu komponen yang menahan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi adalah dari net ekspor, karena net ekspor memberikan sumbangan walaupun tetap positif tetapi karena positifnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2023, maka sumbangan terhadap pertumbuhannya terlihat negatif 0,21 persen. Jadi ini salah satu faktor yang agak menahan dari pertumbuhan yang lebih tinggi,” jelasnya.

Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede mengatakan, peningkatan impor menjadi biang kerok perlambatan ekonomi tanah air pada tahun 2024. Peningkatan impor yang sebagian besar terdiri dari barang modal dan bahan baku itu sejalan dengan ekspansi PMTB.

“Semua komponen pengeluaran mencatat pertumbuhan, dengan konsumsi rumah tangga mendapatkan daya tarik. Namun, pertumbuhan tersebut masih berada di bawah level sebelum pandemi, menggarisbawahi kerentanan permintaan domestik dan pemulihannya yang belum cukup signifikan,” ungkap Josua.

ILUSTRASI - Pecahan uang kertas rupiah di Jakarta, 28 Maret 2024. (Adek BERRY / AFP)
ILUSTRASI – Pecahan uang kertas rupiah di Jakarta, 28 Maret 2024. (Adek BERRY / AFP)

Meski begitu, Josua memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tanah air relatif akan tetap kuat pada 2025 dan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan aktivitas investasi. Apalagi, katanya, Hal ini juga didukung dengan langkah Bank Indonesia yang telah menyesuaikan kebijakan moneternya untuk fokus tidak hanya pada stabilitas namun juga mendorong pertumbuhan.

“Kami mengantisipasi peningkatan konsumsi rumah tangga, didukung oleh inflasi yang terkendali, penurunan BI-rate, dan stimulus ekonomi pemerintah, termasuk pembatalan kenaikan tarif PPN untuk sebagian besar barang dan jasa. Secara bersamaan, pelonggaran suku bunga, kebijakan yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan investasi pada tahun 2025. Biaya pinjaman yang lebih rendah dan normalisasi aktivitas investasi setelah berakhirnya pemilu 2024 akan menjadi salah satu pendorong utama investasi,” jelasnya.

Namun, kata Josua, pemerintah perlu mewaspadai kinerja ekspor yang akan menemui banyak tantangan karena perekonomian mitra strategis Indonesia, yaitu China yang masih melambat dan kebijakan proteksionisme Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang dapat menyebabkan perang dagang 2.0.

“Secara keseluruhan, pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan sekitar 5,11 persen, meningkat dari 5,03 persen pada tahun 2024,” tuturnya.

Sementara itu, ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Galau D. Muhammad memperkirakan perekonomian nasional pada tahun ini akan sulit mencapai level lima persen. “Rasa-rasanya kalau berkaca pada capaian output ekonomi makro saat ini, untuk pertumbuhan di atas lima persen, bahkan mencapai lima persen saja sangat sulit,” ungkap Galau.

File - Pelabuhan peti kemas di Semarang, Jawa Tengah, 21 September 2016. (Foto: Aji Styawan/Antara Foto via Reuters)
File – Pelabuhan peti kemas di Semarang, Jawa Tengah, 21 September 2016. (Foto: Aji Styawan/Antara Foto via Reuters)

Menurutnya, ini terlihat dari berbagai indikator makro ekonomi yang masih melemah seperti rendahnya daya beli masyarakat, industri manufaktur yang masih terkontraksi dan masih banyaknya pengangguran.

“Belum lagi kalau kita lihat secara pertumbuhannya di sektor industri manufaktur yang punya kontribusi siginifikan dalam menyumbang PDB, sepertinya belum ada tanda-tanda orientasi kebijakan publik yang bisa mentransformasi industri manufaktur secara kualitatif,” jelasnya.

Masyarakat, khususnya kelas menengah, kata Galau, masih akan kesulitan untuk bangkit, selain karena tidak adanya peningkatan upah, berbagai pungutan yang dilancarkan oleh pemerintah pada tahun ini akan memperparah kondisi mereka.

“Itu harus segera dituntaskan pemerintah dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan secara ambisius di atas lima persen. Selama catatan itu belum terpenuhi, kita hanya kembali lebih mengacu kepada asumsi dan halusinasi yang terlalu membesar-besarkan keadaan ekonomi kita padahal punya titik kerentanan dan keterbatasan fiskal yang belum terselesaikan,” pungkasnya. [Red]#VOA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *