PEMALANG – MDN | Kebijakan larangan study tour dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jawa Tengah tampaknya tidak sepenuhnya diindahkan. SMA Negeri 1 Bantarbolang di Kabupaten Pemalang tetap memberangkatkan siswa dalam kegiatan yang disebut “wisata mandiri” ke Bali, meski aturan jelas telah melarang kegiatan tersebut.
Nota dinas bernomor 521.7/00371/SEK/III/2024, yang dikeluarkan Maret lalu, secara eksplisit melarang seluruh SMA dan SMK negeri di Jawa Tengah mengadakan wisata atau studi lapangan hingga batas waktu yang belum ditentukan. Imbauan ini dikeluarkan dengan mempertimbangkan faktor keselamatan, risiko pungutan, serta tekanan ekonomi pada orang tua siswa.
Namun pada 28 Juni 2025, rombongan siswa SMA Negeri 1 Bantarbolang tetap diberangkatkan ke Bali dalam perjalanan selama empat hari. Biaya yang dibebankan kepada peserta mencapai Rp1.850.000 per orang. Kegiatan ini, menurut pihak sekolah, digagas atas permintaan siswa dan diselenggarakan di luar ranah resmi sekolah.
Salah satu pemerhati kebijakan publik menilai hal tersebut sebagai upaya manipulatif. Apalagi, sebelumnya Kepala Sekolah Cahyono sempat mengirim pesan melalui WhatsApp yang menyatakan bahwa pihaknya membatalkan keberangkatan dan akan mengembalikan dana siswa. Pernyataan tersebut kini dipertanyakan setelah kegiatan tetap dilaksanakan sesuai jadwal.
Lebih jauh, beredar dugaan adanya keterlibatan pihak eksternal, termasuk organisasi masyarakat (ormas) tertentu, dalam memfasilitasi kegiatan. Kabar ini diperkuat dengan isu bahwa kepala sekolah memiliki posisi di dalam kepengurusan ormas yang dimaksud.
Tak hanya itu, kegiatan tersebut juga diwarnai tudingan pungutan liar. Sejumlah orang tua mengaku diminta membayar tambahan biaya untuk seragam, oleh-oleh, hingga akomodasi yang dinilai tidak transparan. Isu mengenai cashback atau pengembalian uang kepada panitia juga beredar, memicu spekulasi adanya keuntungan pribadi dari kegiatan yang menyasar siswa tersebut.
Kondisi ini menuai kekhawatiran soal perlindungan peserta didik. Selain menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa dari keluarga tak mampu, kegiatan serupa dikhawatirkan akan menciptakan ketimpangan dan mengaburkan tujuan utama pendidikan sebagai ruang pembentukan karakter.
Sejumlah pihak meminta Disdikbud dan pengawas pendidikan mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran ini. Penegakan aturan dinilai penting untuk mencegah terjadinya praktik serupa di sekolah lain, dan agar integritas lembaga pendidikan tetap terjaga. [SIS]