Daerah  

Diduga Dikuasai Oknum dan Tak Pernah Terima Ganti Rugi, Keluarga Penggarap Lahan Eks-HGU Tuntut Klarifikasi ke PTPN

admin
Diduga dikuasai oknum dan tak pernah terima ganti rugi

TAKALAR – MDN | Dugaan praktik penguasaan lahan tanpa hak kembali mencuat di Kabupaten Takalar. Seorang warga yang merupakan anak dari almarhum ‘N’, mantan penggarap lahan di kawasan eks-HGU milik PTPN, mendesak kejelasan dari pihak perusahaan dan pemerintah daerah terkait status tanah seluas sekitar satu hektare yang telah dikelola keluarganya sejak dekade 1970-an.

Lahan tersebut, yang kini berada di Blok O BB 4 Petak 9, awalnya digarap secara turun-temurun oleh keluarga ‘N’ jauh sebelum proyek perluasan perkebunan tebu milik PTPN masuk ke wilayah itu. Namun dalam perjalanannya, tanah tersebut disebut masuk ke dalam skema pembebasan lahan untuk kontrak Hak Guna Usaha (HGU) pertama pada tahun 1981–1982 selama 25 tahun.

Menurut keterangan keluarga, almarhum ‘N’ meninggal dunia sebelum proses pembebasan dilakukan, dan hingga kini pihak keluarga mengaku tidak pernah menerima kompensasi atau ganti rugi apapun.

Kontrak HGU Berlanjut, Warga Tak Dilibatkan

Lebih mengejutkan, setelah kontrak HGU pertama berakhir pada sekitar 2007, pihak keluarga tidak pernah mendapat informasi perpanjangan. Kontrak kedua disebut berlangsung secara tertutup antara PTPN dan Pemerintah Daerah untuk jangka waktu 15 tahun, tanpa pelibatan masyarakat penggarap yang sebelumnya memiliki riwayat panjang atas lahan tersebut.

“Setelah kontrak pertama habis, kami kira lahannya akan dikembalikan. Tapi tiba-tiba diperpanjang lagi tanpa pemberitahuan. Kami tak pernah dimintai persetujuan atau diberi penjelasan,” ujar anak pertama almarhum ‘N’ kepada wartawan.

Dikuasai Oknum dan Diduga Dibekingi Anggota DPRD

Pasca-berakhirnya kontrak kedua, keluarga mencoba kembali mengelola lahan yang dianggap sebagai warisan sejarah orang tuanya. Namun, mereka dikejutkan oleh keberadaan pihak lain yang mengklaim lahan tersebut telah menjadi miliknya.

“Saat kami ke sana, sudah ada oknum yang membagi lahan seenaknya bersama rekannya. Ia mengaku sebagai ‘penggerak massa’ dan dibekingi oleh anggota DPRD aktif di Takalar. Kami sangat kecewa dan merasa dizalimi,” tegasnya.

Menurut keluarga, tak hanya kehilangan hak historis atas lahan, mereka juga merasa ditindas secara sosial karena tidak memiliki kuasa menghadapi aktor-aktor kuat yang bermain di balik konflik agraria ini.

Tuntut Klarifikasi dan Transparansi

Keluarga almarhum ‘N’ kini menuntut transparansi dan klarifikasi dari pihak PTPN serta Pemerintah Daerah Takalar. Mereka mendesak adanya audit historis terhadap data pembebasan lahan, termasuk apakah benar ada kompensasi yang diterima atau tidak, serta siapa yang sebenarnya mendapat hak atas tanah setelah masa HGU berakhir.

“Jika memang tidak ada ganti rugi, bagaimana bisa lahan ini dianggap milik negara atau dikuasai orang lain? Kami ingin keadilan dan kejelasan hukum,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PTPN maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar terkait permintaan klarifikasi tersebut.

Konflik Agraria Mengendap di Lahan Eks-HGU

Kasus ini menjadi salah satu dari banyak sengketa agraria di Indonesia yang melibatkan tanah eks-HGU. Lemahnya pengawasan dan minimnya transparansi dalam proses perpanjangan kontrak HGU kerap menjadi celah bagi mafia tanah atau oknum kekuasaan untuk melakukan penguasaan sepihak.

Konflik ini menambah catatan buram dalam tata kelola lahan negara dan menegaskan urgensi pembenahan sistem agraria yang adil, transparan, dan berpihak kepada masyarakat kecil yang menjadi korban dari ketimpangan struktural. [D’kawang]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *