Diduga Abai Reklamasi, Pelaku Usaha Tambang Merangkap Pejabat Publik di Pemalang Terancam Sanksi Berat

admin
Diduga abai reklamasi, pelaku usaha tambang merangkap pejabat publik di pemalang terancam sanksi berat

PEMALANG – MDN | Sorotan tajam kembali diarahkan ke aktivitas pertambangan pasir (galian C) di wilayah Kabupaten Pemalang, menyusul dugaan pelanggaran kewajiban reklamasi pascatambang oleh salah satu pelaku usaha yang kini disebut-sebut menjabat sebagai pejabat publik di lingkungan pemerintahan daerah.

Praktik tambang yang tidak diikuti dengan pemulihan lahan tersebut menuai kecaman dari sejumlah pemerhati lingkungan, salah satunya aktivis dan advokat Kuswanto, SH., yang menilai bahwa kelalaian semacam ini tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga berpotensi melanggar hukum secara serius.

“Reklamasi bukan pilihan, melainkan kewajiban hukum. Tujuannya untuk memulihkan fungsi lahan, menjaga ekosistem, dan menjamin keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat,” tegas Kuswanto saat dihubungi Senin (30/6/2025).

Mengacu pada Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK yang tidak melaksanakan reklamasi maupun kegiatan pascatambang setelah izin berakhir, dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara dan dikenai denda hingga Rp100 miliar.

Tak hanya itu, pelanggaran juga dapat dikenai pidana tambahan berupa kewajiban pembayaran dana untuk pelaksanaan reklamasi atau pascatambang yang belum dilakukan.

Kuswanto juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas terhadap penempatan dana jaminan reklamasi, yang semestinya disetor ke rekening bank pemerintah atas nama pemegang IUP. Ia mendesak agar pihak-pihak terkait, termasuk insan pers, turut mengawasi kejelasan status perizinan tambang yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, seperti Kantor ESDM di Pekalongan.

Dalam kasus yang berkembang, lahan eks tambang yang menjadi sorotan kabarnya berada dalam kawasan milik Perhutani. Jika hal ini terbukti, maka pelaku usaha wajib memiliki perjanjian kerja sama serta izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Sesuai Pasal 112 ayat (4) PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, pengelolaan khusus kawasan hutan harus melalui penetapan oleh menteri,” tegas Kuswanto.

Ormas GRIB JAYA DPC Pemalang sebelumnya telah menyuarakan desakan agar area bekas tambang pasir di Desa Pegongsoran segera direklamasi. Dugaan bahwa pengusaha tambang tersebut kini menjabat sebagai pejabat publik memperkuat dorongan agar penegakan hukum dilakukan tanpa diskriminasi.

Masyarakat dan pemerhati lingkungan kini menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum dan instansi teknis, demi memastikan tidak ada ruang untuk pelanggaran berkelanjutan atas nama jabatan ataupun kekuasaan ekonomi. [SIS]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *