Pembangunan Sport Center Rp16 Miliar di Bojonegoro Tuai Sorotan: Mewahnya Fasilitas, Luka Sosial Rakyat

admin
Pembangunan sport center rp16 miliar di bojonegoro tuai sorotan

BOJONEGORO — MDN | Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kembali memantik perbincangan publik setelah merilis rencana pembangunan Sport Center senilai Rp16 miliar yang berlokasi di kawasan Jalan Veteran. Proyek ini tercantum dalam layanan pengadaan barang dan jasa (LPSE) dan diklaim sebagai bagian dari Penataan Bangunan Gedung untuk Kepentingan Strategis Daerah.

Namun, di tengah proyek ambisius ini, kenyataan hidup warga di berbagai pelosok desa Bojonegoro masih jauh dari kata sejahtera. Infrastruktur jalan rusak, akses terhadap air bersih minim, sanitasi buruk, serta layanan kesehatan dan pendidikan yang belum merata masih menjadi keluhan masyarakat sehari-hari.

“Kalau anak-anak masih belajar di sekolah reyot dan berobat saja sulit, apa urgensinya membangun Sport Center mewah? Ibarat membeli kacamata dengan menjual sebelah mata, demi gaya, rakyat dikorbankan,” ujar seorang warga dari kawasan pinggiran Bojonegoro.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat bahwa angka kemiskinan di Bojonegoro masih berada pada level yang memprihatinkan. Hal ini semakin menguatkan kritik bahwa arah kebijakan pembangunan pemerintah cenderung condong pada proyek-proyek mercusuar yang lebih bernuansa pencitraan dibanding penyelesaian isu krusial publik.

Rencana pembangunan ini juga dinilai sarat dengan kepentingan politik, apalagi digulirkan menjelang tahun politik. “Sport Center itu bukan untuk rakyat. Itu panggung pencitraan, tempat elite politik bersolek dan mengklaim keberhasilan pembangunan. Rakyat hanya dijadikan penonton,” tutur seorang pengamat kebijakan publik lokal.

Sejumlah kalangan pun mengungkapkan kekhawatiran atas potensi pemborosan dan praktik korupsi dalam proyek ini. Polanya dianggap klasik—anggaran besar, proyek megah, namun dampak dan manfaat bagi masyarakat kecil nyaris tak terasa.

Menurut pandangan banyak pihak, pembangunan infrastruktur memang merupakan hak pemerintah dalam rangka kemajuan daerah. Namun, ketika hak-hak dasar warga seperti pendidikan layak, layanan kesehatan memadai, dan infrastruktur desa tertinggal tak kunjung tertangani, pembangunan gedung megah justru menimbulkan pertanyaan etis.

“Jika pemerintah lebih sibuk membangun gedung daripada membangun hidup rakyat, maka itu bukan pembangunan—melainkan pengkhianatan,” tegas sumber yang enggan disebutkan namanya. [Bud]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *