SURABAYA – MDN | Langkah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam membangun diplomasi ekonomi mendapat apresiasi dari pengamat kebijakan publik Dr. H. Romadlon, M.M. Menurutnya, pendekatan Khofifah tergolong unik dan humanis, karena tidak hanya mengandalkan pertemuan formal, melainkan menyentuh langsung pelaku usaha, UMKM, hingga kelompok tani.
Dalam misi dagang dan investasi yang digelar di Bandar Lampung pada 7 Agustus 2025, tercatat transaksi senilai Rp1,055 triliun. Romadlon menilai capaian tersebut sebagai hasil dari strategi ekonomi yang berbasis kolaborasi dan relasi antardaerah. “Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari pendekatan persuasif dan terencana yang dilakukan Khofifah,” ujarnya di Surabaya, Senin (11/8).
Romadlon menekankan bahwa fondasi utama dalam diplomasi ekonomi yang dijalankan Khofifah adalah kepercayaan. Ia menyebut pendekatan ini sejalan dengan gagasan Prof. Ahmad Erani Yustika, yang menilai bahwa perdagangan antarwilayah tidak cukup dibangun lewat proposal bisnis, tetapi harus dilandasi pemahaman budaya dan lokalitas.
“Relasi ekonomi yang dibangun Khofifah bukan sekadar transaksi, melainkan jalinan sosial yang memperkuat konektivitas antardaerah,” kata Romadlon.
Selain aspek relasi, Romadlon juga menyoroti perhatian Khofifah terhadap konektivitas logistik. Dengan biaya logistik nasional yang mencapai 23 persen dari PDB, kerja sama distribusi antara Surabaya dan Lampung dinilai mampu menekan ongkos produksi dan meningkatkan daya saing.
“Ini bukan hanya soal transportasi, tapi menyentuh inti persoalan efisiensi ekonomi nasional,” tegasnya.
Romadlon menilai keberhasilan misi dagang Jawa Timur juga terletak pada keterlibatan langsung pelaku ekonomi rakyat. Ia mencontohkan keberhasilan Poktan Tunas Harapan dari Kediri yang berhasil menjual gula merah tebu senilai Rp77,76 miliar ke Lampung.
“Model perdagangan seperti ini membuka akses pasar bagi rakyat kecil. Ini bentuk nyata dari ekonomi gotong royong,” ujarnya.
Menurut Romadlon, kolaborasi antara Lampung sebagai penyedia bahan baku dan Jawa Timur sebagai pusat industri pangan nasional menjadi fondasi penting dalam menjaga ketahanan pangan. Dukungan benih, pasokan jagung, dan sinergi industri pangan diyakini mampu meredam fluktuasi harga dan menjaga ketersediaan stok nasional.
Sejak 2019, Jawa Timur telah melaksanakan 41 misi dagang domestik dengan total transaksi Rp14,68 triliun, serta ekspansi pasar luar negeri senilai Rp1,6 triliun. Romadlon menilai langkah ini sebagai upaya membangun ekosistem ekonomi yang berkelanjutan.
“Khofifah menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi nasional bisa tumbuh dari pasar lokal, gudang kecil, dan tangan petani. Diplomasi ekonomi seperti ini bukan hanya menggerakkan angka, tapi juga menyentuh hati rakyat,” tutup Romadlon. [Nat]













