Warta  

Warga Desa Barugaya Pertanyakan Surat Nikah yang Tak Kunjung Terbit, Pemerintah Desa Diminta Transparan

admin
Warga desa barugaya pertanyakan surat nikah

TAKALAR – MDN | Sejumlah perwakilan warga Desa Barugaya, Kecamatan Polongbangkeng Timur, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, mendatangi kantor desa setempat pada Senin (27/10/2025). Kedatangan mereka bertujuan untuk menghadap Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), guna meminta kejelasan terkait surat nikah yang hingga kini belum diterbitkan, meski proses administrasi telah diselesaikan dan biaya telah dibayarkan.

Menurut keterangan salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, mereka telah mengikuti seluruh prosedur yang diminta oleh pihak terkait (Imam Desa), termasuk pembayaran biaya administrasi pernikahan. Namun, hingga saat ini, dokumen resmi berupa surat nikah belum mereka terima.

“Kami sudah bayar semua, dari pengurusan sampai surat nikah. Tapi kenapa sampai sekarang belum keluar juga,” ujar warga tersebut dengan nada kecewa.

Surat nikah merupakan dokumen resmi yang sangat penting, tidak hanya sebagai bukti sahnya pernikahan menurut hukum negara, tetapi juga sebagai syarat administratif untuk berbagai keperluan, seperti pengurusan kartu keluarga, akta kelahiran anak, dan layanan publik lainnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Perkawinan, pencatatan pernikahan dan penerbitan buku nikah merupakan kewenangan Kantor Urusan Agama (KUA) bagi umat Islam. Namun, desa memiliki peran penting dalam menerbitkan surat pengantar dan surat keterangan yang menjadi syarat utama pencatatan di KUA.

Warga desa barugaya pertanyakan surat nikah 2

Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh pejabat yang berwenang agar memiliki kekuatan hukum. Keterlambatan atau kelalaian dalam proses ini dapat merugikan warga secara administratif dan hukum.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Desa Barugaya terkait keluhan warga. Media ini telah mencoba menghubungi pihak desa untuk konfirmasi, namun belum memperoleh jawaban.

Warga berharap agar pemerintah desa segera memberikan klarifikasi dan solusi atas persoalan ini. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik, khususnya dalam hal administrasi kependudukan dan pernikahan.

“Kami tidak menuntut macam-macam, hanya ingin hak kami sebagai warga dipenuhi. Surat nikah itu bukan hal sepele,” tambah salah satu tokoh masyarakat yang turut hadir.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pelayanan publik di tingkat desa harus dijalankan dengan profesional dan sesuai regulasi, agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Sumber:

  • Peraturan Menteri Agama No. 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Perkawinan
  • UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *