Ragam  

Terlupakan di Tengah Janji Kesejahteraan: Daeng Nyengka, Potret Warga Sakit dan Tak Terdata di Moncongkomba

admin
Terlupakan di tengah janji kesejahteraan 2

Terlupakan di tengah janji kesejahteraanTAKALAR – MDN | Di sudut sunyi Desa Moncongkomba, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, hidup seorang pria renta bernama Daeng Nyengka. Tubuhnya terbaring lemah di atas dipan kayu, didera komplikasi penyakit yang tak kunjung tertangani. Tak ada layanan kesehatan, tak ada bantuan sosial, dan tak ada jaminan hidup layak yang menyentuhnya.

Kondisinya memprihatinkan. Dapur rumahnya kosong, hanya sesekali tetangga datang membawa makanan seadanya. Rumah panggung yang ia tinggali mulai lapuk, seolah mencerminkan nasib penghuninya yang perlahan dilupakan.

“Dia tidak punya BPJS, tidak pernah dapat bantuan. Kami hanya bisa bantu sebisanya,” ujar seorang tetangga yang enggan disebut namanya.

Kisah Daeng Nyengka menjadi ironi di tengah gencarnya program perlindungan sosial pemerintah. Padahal, negara telah menetapkan sejumlah regulasi untuk menjamin hak dasar warga negara, terutama mereka yang tergolong miskin dan rentan.

Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk mendata, menetapkan, dan memberikan bantuan kepada warga miskin.

Lebih lanjut, Pasal 14 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa fakir miskin berhak memperoleh bantuan sosial berupa kebutuhan dasar, termasuk pangan, sandang, dan pelayanan kesehatan. Kegagalan pemerintah daerah dalam mendata dan menyalurkan bantuan kepada warga seperti Daeng Nyengka dapat dikategorikan sebagai kelalaian administratif yang berdampak pada pelanggaran hak asasi.

Jika terbukti ada unsur kelalaian dalam pendataan atau penyaluran bantuan, pejabat terkait dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU Penanganan Fakir Miskin. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib melakukan intervensi terhadap warga yang mengalami keterlantaran sosial.

Kepala desa, dinas sosial, hingga pemerintah kabupaten memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan tidak ada warga yang terabaikan seperti Daeng Nyengka.

Di tengah berbagai program bantuan sosial seperti PKH, BPNT, dan JKN, kisah Daeng Nyengka menjadi pengingat bahwa sistem belum sepenuhnya menjangkau mereka yang paling membutuhkan. Ia tidak menuntut, tidak berteriak, hanya menunggu—dalam diam yang menyayat.

Pemerintah daerah, khususnya Dinas Sosial Kabupaten Takalar, perlu segera turun tangan. Pendataan ulang, intervensi medis, dan bantuan pangan darurat harus menjadi prioritas. Sebab, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Jika negara abai, maka bukan hanya hukum yang dilanggar, tetapi juga nurani kemanusiaan. [D’kawang]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *