TUBAN | MDN – Kasus dugaan pelecehan seksual dengan modus pengobatan alternatif kembali mencuat di Tuban. Seorang pria yang mengaku sebagai ahli spiritual diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap sejumlah korban dengan dalih mengobati penyakit akibat “guna-guna” atau kiriman orang lain.
Berdasarkan keterangan korban berinisial RQ yang didampingi kuasa hukum Muhammad Chusnul Chuluq, S.H., dan M. Tob Hasan Fadhli, S.H., peristiwa pelecehan terjadi dua kali, yakni pada tahun lalu dan pada 2 November 2025. Pelaku yang merupakan paman korban membuka praktik pengobatan alternatif sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Modus pelaku dimulai dengan mengajak korban dan suaminya melakukan ritual pengobatan. Dengan alasan menghilangkan “aura jelek”, pelaku meraba tubuh korban mulai dari dada hingga area vital. Korban sempat melawan, namun diancam akan disantet jika menolak. Ancaman tersebut membuat korban ketakutan hingga akhirnya melarikan diri bersama suaminya.
Akibat kejadian itu, korban mengalami trauma mendalam bahkan sempat mencoba bunuh diri. Pada 25 November 2025, korban resmi melaporkan kasus ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tuban.
Kuasa hukum korban menegaskan kasus ini tidak boleh dianggap remeh.
“Pelaku berlindung di balik status tokoh masyarakat. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas agar tidak ada lagi praktik pengobatan yang disalahgunakan untuk pelecehan,” ujar Chusnul Chuluq.
Fadhli menambahkan, kasus ini harus menjadi pelajaran bahwa yang bersalah adalah oknum, bukan status sosialnya.
Kasus dugaan pelecehan seksual ini berpotensi dijerat dengan sejumlah aturan hukum:
• KUHP Pasal 289: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman memaksa seseorang melakukan atau membiarkan perbuatan cabul, diancam pidana penjara maksimal 9 tahun.
• UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS): Mengatur sanksi pidana bagi pelaku pelecehan seksual, termasuk ancaman penjara dan denda.
• UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT): Jika pelecehan terjadi dalam lingkup keluarga, pelaku dapat dijerat pasal kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Selain itu, ancaman santet atau intimidasi yang dilakukan pelaku dapat dikategorikan sebagai ancaman kekerasan yang juga memiliki konsekuensi pidana.
Kasus ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Praktik pengobatan alternatif yang seharusnya membantu justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Warga berharap aparat penegak hukum bertindak tegas agar tidak ada lagi korban berikutnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Media dan lembaga bantuan hukum berkomitmen mengawal kasus ini agar proses hukum berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi korban.
Catatan Investigasi: Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap praktik pengobatan alternatif. Regulasi hukum sudah jelas, namun implementasi di lapangan harus diperkuat agar masyarakat terlindungi dari modus pelecehan berkedok spiritual. [Tim Media]













