ESP mencakup beragam fenomena seperti telepati, clairvoyance, precognition, dan psychometry -yang dimaksud bukan tes psikometri yang sudah diterima secara ilmiah-. Dalam bahasa sederhana, ESP sering digambarkan sebagai bakat khusus yang melampaui batasan manusia biasa. Namun dalam konteks ilmiah modern ESP ditempatkan dalam suatu kategori yang disebut sebagai pseudoscience. pseudoscience atau ilmu semu karena menyerupai sains tapi tidak memenuhi standar ketat metode ilmiah.
Apa dan Bagaimana ESP?
Kajian mengenai ESP sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Para peneliti seperti J.B. Rhine dari Duke University mencoba menguji keberadaan ESP menggunakan kartu Zener. Kartu Zener adalah seperangkat kartu bergambar sederhana seperti lingkaran, bintang, dan gelombang. Subjek diminta menebak kartu yang ditarik secara acak. Jika keberhasilan menebak melebihi kemungkinan acak diharapkan menjadi bukti adanya kemampuan ekstra-indrawi.
Namun hasil-hasil penelitian ini sering kali tidak konsisten, sulit direplikasi, dan banyak dikritik karena adanya potensi bias, kesalahan statistik, serta kurangnya kontrol eksperimental. Hingga kini berbagai eksperimen tetap gagal menemukan bukti kuat yang dapat diterima sesuai metodologi ilmiah yang diterima secara umum.
Buku The Demon-Haunted World karya Carl Sagan mengingatkan bahwa kebesaran klaim membutuhkan kebesaran bukti. Jika fenomena luar biasa seperti ESP ingin diakui sebagai bagian dari sains, harus mampu bertahan dari pengujian ketat, berulang, dan terprediksi. Namun demikian hal ini menjadi sesuatu yang hingga kini belum tercapai.
Michael Shermer dalam buku Why People Believe Weird Things menguraikan bahwa banyak kepercayaan terhadap ESP berakar pada pola pikir manusia yang secara alami mencari makna di tengah kebetulan, mengalami bias konfirmasi, dan mengabaikan fakta yang bertentangan dengan keyakinannya.
ESP dalam Pandangan Biomedis
Para ilmuwan mencoba melihat fenomena yang menyerupai ESP melalui mekanisme biologis dan psikologis.
Beberapa kunci utama dalam memahami konsep biomedis ESP antara lain adalah:
•Intuisi Neurologis: Otak manusia mampu melakukan pengolahan informasi bawah sadar yang sangat cepat, menciptakan kesan “tahu tanpa tahu bagaimana.” Ini adalah hasil dari pengalaman hidup yang tersimpan sebagai pola-pola memori tak sadar.
•Sistem Limbik: Amigdala sebagai pusat pengolahan emosi bertugas mendeteksi sinyal sosial atau bahaya sebelum informasi tersebut diproses secara sadar oleh korteks prefrontal.
•Default Mode Network (DMN): DMN aktif saat kita bermimpi, melamun, atau memproses kenangan. Aktivitas DMN diyakini berperan dalam menciptakan pengalaman yang dianggap supranatural.
Melalui pendekatan biopsikomedik ini, pengalaman seperti “merasakan akan terjadi sesuatu” atau “menebak pikiran orang lain” lebih dipahami sebagai kerja kompleks sistem syaraf dan emosi daripada bukti adanya kekuatan indra keenam.
Menggali dengan Kearifan Lokal
Masyarakat Jawa sering disuguhi dengan fenomena linuwih atau kelebihan semacam ESP. Namun demikian tidak serta-merta diterima secara absolut, tetapi selalu dipertimbangkan dalam bingkai eling lan waspada, suatu kesadaran dan kewaspadaan. Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV mengajarkan bahwa manusia sejati tidak mengejar kelebihan duniawi, tetapi lebih berupaya membersihkan batin dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa.
Oleh karenanya budaya Jawa tetap memberi ruang kepada fenomena luar biasa semacam ESP. Tetapi mengajarkan juga bahwa mengejar kekuatan semacam itu tanpa kebijaksanaan bisa menjerumuskan manusia ke jalan kesesatan.
Ajaran ini sejalan dengan semangat sains sejati True Science yaitu selalu terbuka terhadap kemungkinan baru. Namun demikian harus tetap harus memegang ketelitian, kejujuran intelektual, dan tidak mudah larut dalam keyakinan yang belum terbukti.
Penutup
Fenomena ESP harus disikapi dengan konsep keseimbangan antara keterbukaan terhadap misteri kehidupan dan keteguhan pada prinsip berpikir kritis.
Sebagaimana falsafah Jawa mengajarkan:
“Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake” — bertindak dengan kekuatan batin, tanpa menyombongkan diri atau menjatuhkan pihak lain.
Dalam dunia yang penuh keajaiban, rasa kagum terhadap hal-hal yang belum kita pahami harus dibarengi dengan komitmen terhadap pencarian kebenaran sejati. ESP mungkin tetap menjadi teka-teki untuk waktu yang lama, tetapi pencarian kita terhadap pemahaman — melalui sains, budaya, dan kebijaksanaan — adalah perjalanan yang berharga itu sendiri.
Sebagaimana kata Carl Sagan,
Ilmu pengetahuan adalah lilin kecil yang menyala di tengah dunia yang dipenuhi kegelapan.
Pemalang 28 April 2025