BOJONEGORO – MDN | Dugaan perampasan truk oleh oknum debt collector terhadap warga Desa Lengkong, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, terus bergulir dan kini memasuki tahap penyidikan di Polres Bojonegoro. Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (23/8/2025) siang itu memicu perhatian publik, terutama karena adanya dugaan kekerasan dalam proses eksekusi kendaraan.
Kasat Reskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono, menegaskan bahwa pihaknya akan menangani kasus ini secara objektif dan transparan. Ia menyebut bahwa dokumen dari pihak leasing True Finance menunjukkan adanya putusan pengadilan yang memenangkan perusahaan atas kepemilikan unit kendaraan tersebut.
“Kami pelajari dokumen-dokumen yang ada. Putusan pengadilan tahun 2023 memang memenangkan pihak True Finance. Namun, kami juga fokus pada cara eksekusi di lapangan yang diduga melibatkan kekerasan,” ujar AKP Bayu, Rabu (27/8/2025).
Menurut penyelidikan awal, truk tersebut telah menjadi objek sengketa sejak 2020 akibat tunggakan angsuran. Meski secara hukum leasing memiliki hak atas kendaraan, tindakan perampasan secara paksa dan dugaan pemukulan terhadap pemilik kendaraan menjadi titik krusial dalam penyidikan.
Ironisnya, korban yang melaporkan perampasan justru dilaporkan balik oleh pihak debt collector. Hal ini memunculkan persepsi negatif di masyarakat terkait netralitas aparat penegak hukum. AKP Bayu membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan berdasarkan alat bukti yang sah.
“Kami tidak menjadikan korban sebagai tersangka tanpa dasar. Semua masih dalam tahap pendalaman. Jika terbukti ada tindak pidana, status akan kami naikkan sesuai prosedur,” tegasnya.
Polres Bojonegoro juga telah menjadwalkan pemanggilan terhadap empat orang debt collector yang diduga terlibat. Mereka diketahui berasal dari luar daerah, yakni Gresik dan Surabaya. Terkait dugaan keterlibatan oknum TNI, AKP Bayu menyatakan masih melakukan koordinasi dengan institusi terkait.
“Kami sudah berkirim surat untuk memastikan apakah benar ada keterlibatan anggota TNI. Kami akan tindak lanjuti sesuai mekanisme antar-lembaga,” tambahnya.
Dalam praktik penagihan, debt collector wajib mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan:
- Peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan,
- Surat Edaran OJK No. S-2/D.05/2020,
- serta Pasal 368 KUHP tentang perampasan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,
setiap tindakan penagihan yang disertai kekerasan atau ancaman dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Bahkan, jika terbukti melakukan perampasan tanpa dasar hukum yang sah, pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 18/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa eksekusi objek jaminan fidusia harus melalui proses pengadilan, kecuali debitur secara sukarela menyerahkan barang.
Kasus ini menjadi ujian bagi Polres Bojonegoro dalam menegakkan keadilan di tengah sorotan publik. Masyarakat berharap proses hukum tidak hanya berpihak pada kekuatan dokumen, tetapi juga mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap warga sipil dari praktik penagihan yang melanggar etika dan hukum.
Gelar perkara dijadwalkan berlangsung setelah pemanggilan saksi pada Jumat (29/8/2025). Hasilnya akan menentukan apakah unsur pidana perampasan dan penganiayaan dapat dibuktikan secara hukum. [J2]













