Puluhan Tahun Terabaikan, Karepatoddo Akhirnya Terima Pembangunan Jalan dan Talud

suhardiman1369
IMG 20251116

TAKALAR – MDN | Setelah puluhan tahun seperti hidup di wilayah yang hanya disebut ketika musim kampanye tiba, Dusun Karepatoddo di Desa Barugaya, Kecamatan Polongbangkeng Timur, akhirnya mulai tersentuh pembangunan. Pemerintah Kabupaten Takalar melalui Dinas PUTRPKP mengerjakan proyek jalan sertu dan talud bernilai Rp 189.348.000, meski panjang pekerjaannya diperkirakan hanya sekitar 200 meter.

Namun bagi warga Karepatoddo, 200 meter itu terasa seperti “kilometer keberkahan”.

Maklum, selama berpuluh-puluh tahun mereka hanya menerima janji yang panjang—lebih panjang dari jalan yang akhirnya dibangun.

Pekerjaan ini tak lepas dari dorongan Anggota DPRD Takalar, Nur Alim Rukman dari Fraksi NasDem. Lewat pengawalan dan komunikasinya, nama Karepatoddo akhirnya muncul dalam daftar prioritas pembangunan, setelah sekian lama hanya menjadi catatan pinggir dalam setiap pembahasan infrastruktur.

Di dusun yang lebih dulu dikenal sebagai “tempat yang dilupakan anggaran”, kedatangan truk material menjadi tontonan yang jarang terjadi. Warga menyambutnya seperti tamu kehormatan—bahkan ada yang berkelakar bahwa suara mesin alat berat lebih merdu daripada musik organ tunggal saat pesta kampung.

Selama ini, jalan utama di Karepatoddo identik dengan batu, lubang, dan licinnya lumpur yang membuat warga harus lebih berhati-hati daripada pengendara motor trial. Saat hujan, air mengalir bebas tak terbendung; ketika kemarau, debu mengepul hingga menutupi wajah seperti topeng alami. Talud yang kini mulai dibangun dianggap sebagai “tembok harapan” setelah bertahun-tahun rumah warga berhadapan langsung dengan gerusan air.

Kini, meskipun hanya 200 meter, sertu yang diratakan itu menjadi simbol bahwa Karepatoddo belum sepenuhnya dilupakan negara. Sebagian warga menyindir bahwa barangkali GPS pemerintah baru saja diperbarui, sehingga lokasi dusun mereka akhirnya terdeteksi.

Setiap hari, warga memantau perkembangan pekerjaan. Bukan karena ragu, tetapi karena momen seperti ini sangat langka—bahkan lebih langka daripada kedatangan pejabat ke kampung mereka. Diantara tawa dan obrolan, muncul harapan bahwa 200 meter ini bukan “sekadar penggugur kewajiban”, tetapi awal dari pembangunan yang lebih layak.

Meski ukurannya kecil, dampak sosialnya besar. Warga meyakini bahwa setiap meter pembangunan adalah jejak perubahan. Di kampung yang selama ini dianggap berada di tepian peta, 200 meter sertu pun sudah cukup membuat mereka merasa kembali diingat.

Pada akhirnya, pekerjaan ini menjadi bukti bahwa wilayah yang lama terabaikan pun bisa tersenyum, meski senyumnya baru sepanjang 200 meter. Namun bagi masyarakat Karepatoddo, itulah langkah pertama menuju perubahan yang selama ini hanya bisa mereka bayangkan dari cerita kampung sebelah. [D’Kawang]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *