LAMONGAN – MDN | Menjelang musim tanam benih ikan, masyarakat di enam kecamatan sepanjang Bengawan Jeroh, Kabupaten Lamongan, kembali mengeluhkan keberadaan enceng gondok yang menutup aliran sungai. Kondisi ini membuat akses transportasi perahu terganggu dan menimbulkan kekhawatiran akan kualitas air yang tercemar.
Heri, salah seorang petani tambak dari Kecamatan Glagah, menegaskan bahwa masalah ini sudah berulang setiap tahun. “Bayangkan, perahu tidak bisa lewat, air tercemar, dan pertumbuhan enceng gondok bisa melumpuhkan usaha tambak kami,” ujarnya, Senin (17/11/2025).
Camat Glagah, Sutikno S.Pd., MM, menyampaikan bahwa persoalan ini sedang dibahas bersama para kepala desa. “Keluhan masyarakat akan kami sampaikan dalam rapat koordinasi dengan BPBD dan dinas terkait,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Air Kabupaten Lamongan, Saikhu, menjelaskan bahwa pihaknya bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo telah menyiapkan langkah teknis. “Kami sudah mengoperasikan empat unit perahu pencacah enceng gondok melalui IP3A di masing-masing kecamatan. Selain itu, pembukaan pintu air di Sluis Kuro, Sluis Kalicorong, dan Sluis Wangen akan membantu memperlancar aliran air ke laut,” jelasnya.
Penanganan enceng gondok sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya air diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang menegaskan kewajiban pemerintah pusat dan daerah menjaga kelestarian serta fungsi sumber daya air. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai mengatur bahwa pemerintah daerah wajib melakukan pemeliharaan sungai, termasuk pengendalian gulma air seperti enceng gondok.
Apabila terjadi pembiaran yang mengakibatkan kerugian masyarakat, aparat pemerintah dapat dikenai sanksi administratif sesuai Pasal 80 UU SDA. Sedangkan bagi pihak yang sengaja membuang limbah atau memperparah pencemaran sungai, dapat dijerat pidana lingkungan hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Masyarakat berharap agar langkah pemerintah tidak hanya sebatas koordinasi, tetapi benar-benar memberikan solusi jangka panjang. “Kami ingin ada kepastian, jangan setiap tahun masalah ini berulang,” tegas Heri.
Dengan adanya regulasi yang jelas, masyarakat Bengawan Jeroh menunggu komitmen nyata pemerintah daerah dan pusat dalam menjaga kualitas air serta keberlangsungan usaha tambak di Lamongan. [NH]












