LAMONGAN – MDN | Kegiatan konsultasi publik yang digelar PT Ever Age Valves Metals (EAVM) terkait rencana pengembangan industri logam dasar bukan besi di Balai Desa Pucuk, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Selasa (16/12/2025), menuai sorotan warga. Forum yang dihadiri manajemen perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lamongan, Forkopimcam, pemerintah desa, tokoh masyarakat, serta perwakilan warga itu menjadi ajang kritik terhadap transparansi program Corporate Social Responsibility (CSR) dan mekanisme rekrutmen tenaga kerja lokal.
Perwakilan warga, termasuk unsur PKK, menilai dukungan perusahaan terhadap lembaga pendidikan desa masih minim. Mereka berharap anggaran CSR diarahkan untuk pengembangan pendidikan secara berkelanjutan, bukan sekadar bantuan insidental.
Selain itu, warga mempertanyakan regulasi perekrutan tenaga kerja. Mereka meminta kejelasan prosedur melamar kerja dengan prioritas bagi warga Desa Pucuk, mengingat industri beroperasi di wilayah mereka.
Ketua BPD Pucuk, Rokin, menyoroti keterbukaan perusahaan dalam pengelolaan CSR. Ia mempertanyakan apakah ada kontribusi CSR yang masuk sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD), sebagaimana terjadi di desa lain.
“Apakah ada CSR untuk Desa Pucuk yang masuk sebagai PAD, seperti di desa-desa lain?” ujarnya di hadapan manajemen perusahaan.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan manajemen PT EAVM, Surya, menyatakan bahwa rekrutmen karyawan dilakukan sesuai SOP. Ia juga menegaskan perusahaan rutin menyalurkan bantuan sosial, seperti paket sembako untuk fakir miskin dan anak yatim saat Idul Fitri.
Namun, pernyataan itu dinilai belum menjawab tuntutan warga terkait skema CSR jangka panjang, transparansi pengelolaan, serta kontribusi struktural terhadap pembangunan desa.
Kepala Desa Pucuk, Ali, menyampaikan bahwa selama masa jabatannya tidak pernah terjadi konflik serius antara perusahaan dan pemerintah desa. Meski demikian, forum konsultasi publik menunjukkan bahwa ketiadaan konflik tidak otomatis mencerminkan terpenuhinya rasa keadilan dan keterbukaan bagi masyarakat.
Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). CSR bukan sekadar bantuan insidental, melainkan program berkelanjutan yang harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.
Sementara itu, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak memperoleh kesempatan yang sama tanpa diskriminasi. Dalam konteks industri yang beroperasi di desa, prioritas rekrutmen lokal menjadi bagian dari prinsip keadilan sosial.
Apabila perusahaan terbukti tidak melaksanakan kewajiban CSR atau melakukan diskriminasi dalam rekrutmen, sanksi dapat berupa teguran administratif, pencabutan izin, hingga tuntutan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.
Warga Desa Pucuk berharap hasil konsultasi publik tidak berhenti sebagai formalitas, melainkan ditindaklanjuti dengan komitmen nyata. Mereka menuntut transparansi CSR, pelibatan desa dalam pengambilan keputusan, serta prioritas tenaga kerja lokal dalam pengembangan industri PT EAVM ke depan.
Forum ini menjadi pengingat bahwa keberadaan industri harus memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar, bukan sekadar menjalankan kewajiban administratif. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada warga lokal menjadi kunci menjaga kepercayaan publik terhadap perusahaan. [NH]











