LAMONGAN | MDN — Di tengah semangat pemerintah pusat menyalurkan pupuk subsidi untuk sektor perikanan dan pertanian, keresahan masih menyelimuti para petani sawah dan petambak di berbagai daerah. Meski simulasi penebusan pupuk subsidi telah digelar di Lamongan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses terhadap pupuk bersubsidi belum sepenuhnya mudah.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan 295 ribu ton pupuk subsidi untuk sektor perikanan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, TB Haeru Rahayu, menegaskan bahwa petambak akan mendapatkan pendampingan penuh dari Dinas Perikanan dan pemerintah daerah dalam proses penyaluran.
Namun, di sisi lain, petani sawah mengaku masih kesulitan mengakses pupuk subsidi. Laporan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Yogyakarta menyebutkan bahwa banyak petani dipersulit dalam proses pengajuan, meski pemerintah telah menurunkan harga pupuk urea dari Rp112.500 menjadi Rp90.000 per sak.
Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 menjadi tonggak baru dalam tata kelola pupuk subsidi. Perpres ini menggantikan Perpres No. 6/2025 dan mengubah skema subsidi dari berbasis output menjadi input, dengan harapan lebih berkelanjutan.
Namun, perubahan ini juga membawa tantangan administratif. Petani kini harus memahami sistem digital baru, termasuk penggunaan KTP dan aplikasi berbasis daring untuk mengakses pupuk. Bagi petani di pedesaan yang belum terbiasa dengan teknologi, ini menjadi hambatan tersendiri.
Salah satu petani tambak di Kecamatan Brondong, Lamongan, mengaku belum sepenuhnya memahami mekanisme baru. “Katanya ada pendampingan, tapi kami belum tahu harus ke mana. Kalau tidak dibantu, kami takut tidak kebagian pupuk,” ujarnya.
Sementara itu, petani sawah di Kecamatan Tikung mengeluhkan lambatnya proses verifikasi. “Kami sudah daftar, tapi belum ada kepastian kapan pupuk bisa ditebus. Musim tanam sudah dekat,” kata Suyadi, petani padi setempat.
Para petani berharap agar pendampingan tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar hadir di lapangan. Mereka juga meminta agar distribusi pupuk subsidi tidak hanya fokus pada sektor perikanan, tetapi juga menyentuh petani sawah yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
“Kalau petambak didampingi, kami petani sawah juga ingin didampingi. Jangan sampai ada kesenjangan,” ujar Suyadi.
Meski pemerintah telah menyiapkan pupuk subsidi dalam jumlah besar dan merancang sistem digital yang efisien, tantangan akses dan pemahaman di tingkat petani masih menjadi pekerjaan rumah. Pendampingan aktif dan edukasi lapangan menjadi kunci agar pupuk subsidi benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan.
MDN akan terus memantau perkembangan distribusi pupuk subsidi di daerah dan menyuarakan aspirasi petani agar kebijakan benar-benar berpihak pada mereka. [J2]













