Presiden Joko Widodo, Senin (26/2) mengadakan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta. Salah satu agendanya adalah persiapan membahas program unggulan presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam Pilpres 2024.
Usai Sidang Kabinet Paripurna, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan salah satu yang dibahas adalah program makan siang gratis yang merupakan program unggulan dari paslon nomor urut 02 Prabowo-Gibran.
“Iya kan tahu, betul ya? Kami sebutkan secara khusus, semuanya kami sebut,” ungkap Suharso.
“Memang harus memasukkan program-program ikonik dari presiden terpilih. Tentu saja itu, sudah diperhitungkan, dan Bappenas yang menyusun itu,” tambahnya.
Meski begitu, Suharso mengatakan detail Rencana Kerja Pemerintah (RKP) terkait program tersebut akan muncul setelah ada hasil resmi total pemungutan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Tetapi ancer-ancernya sudah dilakukan, mengapa? Agar benar-benar keberlanjutan pembangunan setelah pelantikan presiden itu bisa menggunakan RAPBN yang telah mengakomodasi program ikonik dari presiden terpilih,” jelasnya.
Ekonom CORE Indonesia Muhammad Faisal mengatakan sebaiknya pembahasan dan penyesuaian APBN terhadap program unggulan Prabowo-Gibran tersebut dilaksanakan setelah sudah ada hasil resmi dan ditetapkan oleh KPU.
“Yang jelas penyesuaian APBN itu semestinya menunggu hasil official dari hasil pemilu. Setelah hasil perhitungan selesai, kalau tidak ada gejolak, gugatan, itu baru ada penyesuaian pada APBN. Tidak perlu buru-buru. Kenapa harus buru-buru? Jadi kalau memang tidak bisa di 2025, ya setelahnya. Jadi pas proses hukum selesai. Jadi legitimasinya sudah clear dulu,” ungkap Faisal.
Ia juga berpendapat, program tersebut kurang efektif untuk mengentaskan kemiskinan dan pencegahan stunting. Menurutnya, cara terampuh untuk mengentaskan kemiskinan, yang paling utama adalah pemberdayaan masyarakat, bukan dengan pembagian bantuan sosial.
Jika memang pemerintahan baru bersikeras ingin mewujudkan program makan siang dan susu gratis pada 2025, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Faisal menekankan bahwa program tersebut sebisa mungkin harus tepat sasaran yakni untuk masyarakat atau siswa yang kurang mampu secara ekonomi. Pasalnya, jika program makan siang dan susu gratis dibagikan kepada seluruh anak di Indonesia maka anggaran negara kemungkinan tidak sanggup untuk menanggungnya.
“Jadi artinya kita harus lebih selektif. Kalaupun mau dijalankan, program ini harus yang tepat sasaran, yaitu menyasar pada masyarakat miskin, atau siswa miskin atau sekolah-sekolah yang berada di daerah yang banyak kantong kemiskinannya, tidak berlaku umum ke semuanya. Jadinya nanti tidak tepat sasaran, alhasil untuk pengentasan kemiskinan terlalu besar ongkosnya, karena tidak dipilah-pilah, sementara kemampuan APBN semakin menipis,” jelasnya.
“Idenya secara konsep memang bisa melibatkan UMKM, OK. Yang kedua, mungkin makanannya. Tapi yang susu, jelas kan kita tidak swasembada susu. Jadi tetap harus mengimpor. Ini tidak ada multiplier effect-nya di dalam negeri, apalagi terhadap UMKM,” tuturnya.
“Untuk bisa berdampak signifikan berarti memang harus didesain bagaimana supaya suplai makan siang gratis itu, betul-betul menyasar pada UMKM dan terbuka. Artinya siapapun UMKM ini bisa dan boleh terlibat. Tidak ada barrier, tidak hanya disalurkan kepada kelompok UMKM tertentu yang dekat pada pengambil keputusan,” pungkasnya.
Ia memprediksi dalam tahun pertama Prabowo-Gibran memimpin, anggaran yang akan digelontorkan untuk program tersebut adalah sekitar Rp100 triliun-Rp120 triliun. “Program ini dalam skala penuh 100 persen akan memberikan manfaat pada sekitar 82,9 juta anak sekolah dan pesantren seluruh Indonesia,” ungkap Budiman.
Menurutnya anggaran untuk program tersebut akan bersumber dari APBN. Ia menekankan bahwa perkiraan jumlah anggaran ini masih bisa ditekan 40-50 persen, jika pemerintah nantinya memanfaatkan dana yang ada untuk menyiapkan sumber bahan pangan alih-alih membeli makanan jadi. “Sehingga alokasi APBN yang dibutuhkan pada tahun pertama pelaksanaan program ini diperkirakan sekitar Rp 50‐60 triliun saja,” terangnya. [Red]#VOA