MAKASSAR – MDN | Rencana masuknya dua politisi muda, Vonny Amelia (Gerindra) dan Bung Aso (PAN), dalam struktur formatur Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Selatan menimbulkan perdebatan hangat. Sejumlah pemerhati kepemudaan menilai wacana tersebut berpotensi menyeret KNPI ke dalam kepentingan politik praktis, sehingga mengikis independensi organisasi yang seharusnya menjadi wadah netral bagi pemuda.
Vonny Amelia, anggota DPRD Sulsel sekaligus mantan pramugari, bersama Bung Aso yang dikenal sebagai adik salah satu elite KNPI Sulsel, disebut-sebut mendapat dukungan dari pejabat daerah. Namun, latar belakang politik keduanya dianggap bisa memengaruhi arah kebijakan organisasi.
Penggiat sosial, Abdullah, menegaskan bahwa kehadiran figur partai politik di formatur KNPI berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. “Politisi tentu membawa agenda politik dan ekonomi. Jika mereka memegang kendali, wajar jika muncul kekhawatiran bahwa keputusan organisasi akan terpengaruh oleh kepentingan partai,” ujarnya.
Abdullah menambahkan, KNPI berisiko kehilangan jati diri sebagai wadah pemuda lintas organisasi jika dijadikan sarana branding politik. “KNPI itu rumah bagi seluruh pemuda. Jika dipakai sebagai alat elektoral, maka fokus pemberdayaan bisa bergeser ke kepentingan politik,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan pemuda yang lahir dari KNPI seharusnya mencerminkan kebutuhan generasi muda secara luas, bukan sekadar selera partai tertentu. Karena itu, pengawasan dan kontrol publik dinilai penting agar formatur tetap menjaga marwah organisasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, organisasi kepemudaan wajib bersifat independen, demokratis, dan tidak berafiliasi dengan partai politik. Pasal-pasal dalam UU tersebut menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat memiliki peran dalam menjaga agar organisasi pemuda tidak dijadikan alat politik praktis.
Jika independensi organisasi dilanggar, maka dapat menimbulkan konsekuensi hukum berupa pencabutan status organisasi, penghentian bantuan pemerintah, hingga sanksi administratif sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa organisasi kepemudaan harus menjadi ruang netral bagi pengembangan potensi generasi muda.
Abdullah menutup pernyataannya dengan menyerukan agar proses penyusunan formatur dilakukan secara terbuka dan melibatkan unsur pemuda secara luas. “Transparansi adalah kunci. KNPI harus tetap menjadi ruang netral dan murni untuk pembangunan generasi muda,” katanya.
Polemik duet politisi di formatur KNPI Sulsel mencerminkan tantangan menjaga independensi organisasi kepemudaan. UU No. 40 Tahun 2009 menjadi rujukan penting agar KNPI tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis dan tetap fokus pada pemberdayaan pemuda. [D’kawang]














