PEMALANG – MDN | Proyek pemeliharaan rutin ruas jalan Kalirandu–Temui Ireng, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, tengah menjadi sorotan. Pekerjaan yang berlangsung sejak awal Desember 2025 itu diduga kuat tidak sesuai spesifikasi teknis dan mengabaikan aturan keselamatan kerja. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas hasil pekerjaan serta lemahnya pengawasan dari pihak terkait.

Dalam pemantauan langsung pada Rabu (17/12/2025), pekerjaan terlihat dilakukan tanpa penggunaan beton molen, minim alat pelindung diri (APD), serta material yang dinilai tidak sesuai standar konstruksi. Praktik tersebut mengindikasikan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan teknis yang seharusnya menjadi acuan kontraktor.
Ketua Komunitas Media Pemalang (KMP), Soekma Hariyanto, yang hadir di lokasi, mempertanyakan keberanian kontraktor tetap melanjutkan pekerjaan meski diduga melanggar aturan.
“Ada apa dan siapa di belakang mereka, seolah-olah ada yang memback-up pekerjaan tersebut,” tegasnya.
Soekma menilai Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Kabupaten Pemalang harus segera melakukan evaluasi menyeluruh. Menurutnya, pengawasan tidak cukup hanya administratif, tetapi harus menekankan kualitas pekerjaan, kepatuhan terhadap spesifikasi teknis, penggunaan material, rambu proyek, kelengkapan APD, hingga papan proyek.
“DPU-TR seharusnya berani menolak hasil pekerjaan yang tidak sesuai spek. Jika dibiarkan, ini berpotensi merugikan masyarakat,” ujarnya.
KMP juga meminta Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, turun tangan mengevaluasi kinerja OPD pengampu kebijakan. Jika pengawasan dinilai buruk, Bupati diminta mengambil langkah tegas, termasuk mengganti pejabat terkait.
Mengacu pada Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap kontraktor wajib melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak dan spesifikasi teknis. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa pemutusan kontrak, pencantuman dalam daftar hitam, hingga denda.
Selain itu, Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menegaskan bahwa penyedia jasa wajib memenuhi standar mutu, keselamatan, dan kesehatan kerja. Jika terbukti lalai, kontraktor dapat dikenai sanksi administratif, perdata, bahkan pidana.
Dalam konteks keselamatan kerja, UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mewajibkan penggunaan APD bagi pekerja. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi pidana kurungan hingga 3 bulan atau denda sesuai ketentuan.

Apabila ditemukan indikasi korupsi atau penyalahgunaan anggaran, kasus ini juga dapat dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
KMP menegaskan bahwa persoalan ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Proyek pemeliharaan jalan bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga menyangkut keselamatan pengguna jalan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Masyarakat berhak mendapatkan hasil pekerjaan yang berkualitas. Pemerintah harus memastikan proyek berjalan profesional, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” pungkas Soekma.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat, transparansi, dan penegakan hukum dalam setiap proyek pembangunan. Tanpa itu, program pemerintah berpotensi kehilangan legitimasi di mata masyarakat. [SIS]













