TAKALAR | MDN – Pernyataan bahwa tidak ada warga miskin yang dibiarkan tanpa perlindungan sosial kembali diuji oleh realitas di lapangan. Di Dusun Karepattoddo, Desa Barugaya, Kecamatan Polongbangkeng Timur, Kabupaten Takalar, sebuah keluarga penyandang disabilitas harus bertahan hidup tanpa memasak selama tiga hari.
Warga tersebut bernama Siking Dg Se’re, yang hidup bersama istri—juga penyandang disabilitas—serta seorang anak balita. Dalam kondisi yang secara objektif masuk kategori sangat rentan, keluarga ini diketahui belum tercover Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) maupun Program Keluarga Harapan (PKH).
Dalam sebuah video yang beredar luas, Siking menyampaikan kondisi keluarganya dengan kalimat sederhana namun menyentuh. “Saya sudah tiga hari tidak memasak, dapat pemberian dari saudara dua liter beras,” ujarnya.
Tiga hari tanpa asap dapur. Dua liter beras.
Bukan dari sistem perlindungan sosial, melainkan dari uluran tangan keluarga. Pada titik ini, bantuan yang datang paling cepat bukanlah program, melainkan empati.
Penelusuran di lapangan menguatkan pernyataan tersebut. Keluarga dekat Siking membenarkan kondisi itu. “Kami sangat kasihan melihat keadaan keluarga kami. Saya juga heran kenapa ada warga dengan kondisi seperti ini tidak menerima bantuan pemerintah,” ungkap salah seorang kerabatnya.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Desa Barugaya memberikan klarifikasi. Aparat Desa Barugaya, Halim, menyampaikan bahwa pihak desa telah menindaklanjuti kasus Siking Dg Se’re.
“Untuk Siking Dg Se’re, sudah kami tindaklanjuti. Insya Allah ke depannya Pemerintah Desa akan lebih intens dalam memperhatikan masyarakat yang layak menerima BPNT, PKH, dan bantuan sosial lainnya,” jelas Halim.
Lebih lanjut, Halim menegaskan pentingnya peran perangkat kewilayahan di tingkat bawah. Ia berharap kepala dusun dan seluruh kader yang ada di dusun dapat mengambil peran lebih aktif dalam memperhatikan kondisi masyarakat.
“Kami juga berharap kepada kepala dusun dan semua kader-kader yang ada di dusun agar lebih aktif lagi turun melihat kondisi warga dan memberikan perhatian kepada masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.
Selain itu, Halim mengimbau masyarakat agar tidak ragu melakukan pengecekan data bantuan sosial. “Kami harapkan kepada masyarakat yang merasa layak menerima bantuan tetapi belum terdaftar, silakan datang ke kantor desa untuk mengecek desil. Jika memang memenuhi syarat, insya Allah Pemerintah Desa akan mengusulkan sebagai penerima manfaat,” tambahnya.
Klarifikasi tersebut menunjukkan adanya respons dan komitmen perbaikan dari pemerintah desa. Namun kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kehadiran negara tidak cukup menunggu laporan, melainkan harus aktif menjangkau warga, terutama mereka yang paling rentan.
Berita ini tidak menuding siapa pun dan tidak menyimpulkan kesalahan hukum. Yang disampaikan adalah rangkaian fakta lapangan—tentang dapur yang sempat sunyi, bantuan yang belum sampai, serta klarifikasi yang kini menyusul.
Sebab pada akhirnya, ukuran keberhasilan perlindungan sosial bukan terletak pada kelengkapan administrasi semata, melainkan pada seberapa cepat dan peka semua unsur pemerintah melihat langsung kehidupan warganya. [D’Kawang]













