Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menghadapi kendala dana dengan belum adanya investor dari luar negeri hingga saat ini. Meski tetap optimis proses pembangunan berjalan sesuai arahan, pemerintah diminta bersikap realistis terhadap target pencapaian pembangunan IKN yang berpotensi membebani APBN.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi, Otorita Ibu Kota Nusantara, Agung Wicaksono, mengatakan pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahanan memang diprioritaskan bagi investor dalam negeri.
“Mengenai investor asing yang langsung groundbreaking, seperti disampaikan Bapak Presiden, kita utamakan untuk investor dalam negeri dulu, karena tadi, bisa dilihat, semua bisa dilakukan investor dalam negeri, dan mereka pun bermitra, investor asing bisa masuk sebagai mitra. Ya, jadi, buat saya ini tidak menjadi suatu prioritas, dibandingkan dengan investor dalam negeri,” ujarnya.
Investor asing yang saat ini menyatakan berminat untuk terlibat dalam pembangunan IKN khususnya untuk hunian, kata Agung, ada tiga negara melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Bandan Usaha (KPBU).
“Hunian itu, KPBU yang ikut perusahaan-perusahaan dari negara, pertama tetap Indonesia yang paling banyak, tapi kemudian juga ada dari China, dari China walaupun satu tapi ini minat jumlah (membangun) huniannya paling banyak, mereka berminat membangun 60 tower,” katanya.
Kemudian. lanjut dia, juga terdapat dua perusahaan asal Malaysia.
“Jadi totalnya untuk KPBU hunian, untuk membangun hunian bagi ASN, saat ini kita hitung dari proses yang sudah berjalan ini totalnya, besarnya sekitar Rp55 Triliun, ini untuk membangun. Jadi, ketika nanti seleksi selesai dan sudah di-groudbreaking, maka paling tidak 55 Triliun ini yang akan mulai terwujud,” paparnya.
“Smart city peminatnya juga banyak, negara-negaranya, kalau boleh ditanya lima, disitu ada Korea, ada Amerika Serikat, ada China, ada Prancis, kemudian ada Finlandia, itu contohnya. Dan mengenai besarnya (investasi) nanti akan sangat tergantung, karena sektornya cukup banyak smart city,” katanya.
Tidak Dapat Dibebankan ke APBN
Sementara, Guru besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya, Prof. Liliana Inggrit Wijaya, mengatakan besarnya anggaran pembangunan IKN tidak dapat dibebankan seluruhnya kepada APBN, sehingga diperlukan investor yang turut membiayai proyek pembangunan ini.
Dari total R 466 Triliun anggaran yang dibutuhkan untuk membangun keseluruhan IKN, hanya 20 persen diambilkan dari APBN, meski realisasinya dana APBN yang terpakai sudah mencapai sekitar 30 persen. Hal ini tidak lepas dari belum adanya investor asing yang masuk, dan masih sedikit investor dalam negeri yang terlibat.
Kepastian hukum dan situasi politik yang kondusif di dalam negeri, kata Liliana, menjadi masalah dasar yang mesti dibenahi agar investor asing tidak ragu berinvestasi di IKN. Penyelesaian masalah risiko politik dan kepastian hukum, akan menjawab keraguan investor yang akan masuk meski telah ada skema insentif yang ditawarkan oleh pemerintah.
“Nah, risiko yang dibobot oleh luar negeri karena dia tidak mempunyai informasi yang cukup tentang kondisi Indonesia, tentu dia membobotnya memakai country risk, risiko negara. Ada economic risk, ada political risk, ada social environment, tapi saat ini menurut saya political risk itu dibobot tinggi oleh mereka,” ujarnya.
Liliana yang juga Kepala Managemen Keuangan dan Investasi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya, menyarankan adanya penataan ulang skala prioritas dan efisiensi anggaran untuk mengatasi persoalan anggaran yang masih terbatas. Hal ini perlu dilakukan agar tidak sampai mengorbankan pos lainnya di APBN sebagai sumber pendanaan utama dari seluruh pembangunan di Indonesia. Dengan demikian pembangunan IKN dapat tetap berjalan, tapi tetap didasarkan pada realitas keuangan yang dimiliki.
“Menata governance-nya, tata kelolanya, jadi IKN harus juga realistis, mana sih sebenarnya yang memang betul-betul urgent di prioritas satu, memang realistis dengan dana yang ada bisa dilaksanakan dulu,” katanya. [Red]#VOA